Long Distance Relationship (LDR)

Sunday 20 November 2011
Aku salut sama suami istri yang bisa bertahan saat harus terpisah jarak.
aku tidak bisa membayangkan jikalau itu terjadi kepada keluargaku sendiri. Maybe I'm not strong enough to survive :)
Satu-satunya masa saat aku harus meninggalkan suami dalam jangka waktu lama adalah saat aku cuti bersalin karena aku ingin melahirkan di Kediri, deket ortu. Itupun suami dalam sebulan bisa bolak-balik 2x..
Selama itu tenyata kami tidak baik-baik saja.. Komunikasi kami tidak bisa intens. Itu karena suamiku bukan tipe orang yang suka smsan or nelpon. Begitu juga aku, saat aku capek ngurus ayra dan mau tidur, trus suamiku telpon, kadang aku jadi kesel..
Pernah suatu pagi2 suamiku telpon nanyain kenapa sms semalem ga dibales. Aku ngotot udah dibales dong "udah dibales khan.." "Emang balesnya apa? mas ga bisa baca.." "Ad khan bls 'udah tidur'" "coba lihat lagi" kata suamiku..
Dan ternyata pas aku cek sent itemnya, sms yg terkirim adalah "tdag thdtp" hahaha ternyata saking ngantuknya, aku sms ngawur...




Itu bukan satu-satunya masalah. Karena hubungannya cuma via hp, kadang intonasi di telp or tulisan di sms yang ga jelas tanda bacanya juga jadi salah ditafsirkan dan membuat kami jadi bertengkar :(
Makanya aku angkat topi buat temen-temenku yang bisa LDR dengan pasangannya.
Salah seorang temen kantorku ada yang sejak nikah sampai 10 th kemudian, mungkin total kedekatan mereka hanya sekitar 2 tahun.
Saat kutanya alasannya milih LDR, dia bilang "mumpung masih muda, masih banyak tenaga untuk mencari uang, ntar buat bekal di hari tua"..
Padahal istrinya ga kerja kantoran, istrinya ngurus minimarket dan kost-kostan mereka.. Kenapa ga bangun bisnis di kota yang sama aja?
Dan saat itu kutanyakan, dia hanya jawab "kalo ditempat yang sekarang udah punya lahan, dan deket keluarga. Jadi kalo sewaktu2 aku dimutasi lagi, setidaknya ada home base"..
Hmmm permasalahannya ternyata ga sederhana.
Lalu saat kutanya gimana komunikasinya, dia bilang dalam sehari mungkin bisa smsan 100x dengan istrinya. Jadi meski berjauhan dia masih berasa di rumah, dan saat weekend pulang ke rumah, dia tinggal menyelesaikan urusan2 yang tidak bisa diselesaikan via telepon..
Aku semakin salut buat istri-istri yang bisa LDR dengan suaminya, apalagi kalau mereka udah punya anak..
Mereka harus sangat perkasa untuk menghandle semua permasalahan sendiri. Apalagi saat anak sakit.. Duh!!!
Pernah bunga(nama disamarkan) cerita saat anaknya demam tinggi tengah malam, dia harus menggendongnya jalan kaki mencari dokter ampe keluar komplek, dan tetap tidak nemu dokter..
Hingga akhirnya dia bertekad harus belajar naik motor/mobil. Biar mudah kalau ada apa-apa lagi.
Pun saat ada permasalahan dengan pengasuh anak. Bunga harus repot sendiri cari penggantinya, cari info kesana kesini, dan memecahkan masalah sendiri..
Bahkan dia harus nyari sekolah sendiri untuk si buah hati..
Sedangkan aku, kalo ada masalah, setidaknya aku masih bisa maksa suamiku memelukku saat ku menangis :)
Yahh kadang istri butuh sentuhan dan dekapan untuk sekedar membuatnya lebih kuat.
Paling sedih saat pasangan kita sakit, dan kita tidak bisa berada didekatnya, atau sebaliknya saat kita sakit tapi ga ada pasangan kita..
Dulu ada teman kantor yang sempat dirawat di rumah sakit gara-gara thypus tapi ga ngasi tau istrinya yang beda kota supaya istrinya ga panik. Alhasil dia dimarah-marahin istrinya saat ngabarinnya sesudah keluar dari RS.
Itupun juga terjadi sama temanku yang lain. Suaminya ga mau ngabarin kalo sakit, supaya ga membuat kuatir alasannya..
Hal yang sama juga dialami oleh temanku yang aku ceritakan di awal. Suatu ketika dia sakit demam tinggi. Dia hanya tinggal sendiri di kontrakan.. Dan itu berarti dia harus mengurusi diri sendiri. Makan sendiri, nyari obat sendiri, dsb
Istri baru bisa menjemput dia keesokan harinya dengan di temani sopir..
Oleh karena itu aku beruntung bisa hidup bersama suami. Bulan lalu saat suamiku sakit tencrem dan ga bisa masuk kantor, aku sangat cemas, dan aku bisa minta izin pulang cepat dari kantor untuk merawat suamiku.
Tapi bagi mereka yang LDR?? Tentu hal itu tidak mudah dilakukan. Bahkan kalau jarak kotanya berjauhan, mereka hanya bisa saling kirim doa :(
Ada masanya seseorang desperate karena suatu hubungan. Saat temanku merasa capek, dia marah dengan keadaan dan pernah bilang "kamu sih enak ga pernah merasakan hidup pisah dengan suami.. Coba kamu rasakan sendiri beratnya LDR" dan aku hanya bisa jawab "aku usahakan ga perlu LDR dengan suami, karena aku dan suami bukan tipe orang yang bisa berhubungan jarak jauh"
Kadang aku bertanya kepadanya kenapa tidak pindah instansi aja biar dekat sama istrinya (kantorku ga ada perwakilan di kota tempat istrinya tinggal)? Dia bilang kalo penghasilannya akan berkurang karena dia harus menghidupi 4 anak dan orang tuanya..
Hingga suatu saat aku bilang ke dia "mempersiapkan masa depan itu penting. Tapi jangan lupa untuk menikmati hidup..*"
Aku bersyukur bisa hidup dekat dengan suami dan anakku..
Satu lagi ada teman yang harus berpisah dengan suami dan anak2nya. Saat dia penempatan di kantor pusat, Suaminya tidak mengizinkan dia untuk membawa dua orang anaknya dengan alasan sekolah di Jakarta mahal. Jadi dia setiap 2 minggu sekali harus pp Jakarta-Yogya..
Dia harus rela kehilangan masa-masa perkembangan anaknya. Saat aku mengeluh kehilangan moment penting ayra saat dia mulai jalan, duduk tegak, tengkurep, dia bilang "apalagi aku Ni.. Aku malah hanya bisa ketemu anakku 2 minggu sekali :("
Sekarang dia sudah bisa tersenyum karena berhasil pindah instansi ke Yogya. Demi dekat dengan keluarga, dia rela untuk keluar dari kantor kami karena dia tidak bisa pindah ke kantor perwakilan yogya karena pegawai di Yogya sudah berlebih. Beruntung dia diterima lolos butuh di Pemda Yogya..
Hal terpenting yang harus dijaga dalam suatu LDR adalah kepercayaan dan kesetiaan. Semua itu harus didukung dengan komunikasi yang bagus. Bagaimana tidak, lha wong suami-istri yang ketemu tiap hari aja masih rawan terjangkit perselingkuhan, apalagi kalo ga ada yang ngawasi?? Semua memang tergantung pribadi masing-masing.. Tapi perselingkuhan juga bisa jadi karena ada kesempatan. Jadi Waspadalah!! Waspadalah!! Kita harus pinter-pinter menjaga diri..
Duh, aku bersyukur aku bisa dekat dengan keluargaku. Makanya aku harus berusaha mencari penghasilan lain, hingga jika suatu saat nanti karena kepentingan kantor aku harus pindah tempat tugas dimana tidak ada kantor cabang perusahaan suamiku, serta aku tidak bisa untuk pindah instansi ke domisiliku saat ini, mungkin cara terbaik adalah berhenti kerja, dan mencari penghasilan dengan wiraswasta..
Bagiku, keluarga adalah yang terpenting. Mangan ra mangan asal kumpul.. Suamiku juga mengamininya
Semoga اللّه selalu menyatukan kami hingga akhir hayat, dan menjadikan keluarga kami menjadi keluarga Samara, serta mempermudah jalan keluarga-keluarga yang menjalani LDR untuk segera berkumpul. Amien

14 komentar:

Lidya Fitrian said...

kayanya aku gak bisa LDR deh mbak :)

ketty husnia said...

AMIIN..
aku juga bukan tipe LDR..hehhehe
tapi melihat situasi yg pernah dihadapi ortu..kurasa aku harus meniru kekuatan seorang ibu..
semoga keluarga mbak selalu dilindungi illahi..amin :)

Una said...

Wahhh gak kebayang kalau aku LDR sama suamiku. *halah suami sopo, punya juga belum aku ;))

Anonymous said...

Ldr itu apa ya?

endipiran said...

Waduh...., emang gak ada enaknya LDR, pengalaman saya waktu dengan mantan pacar saya (istri), jawa-bali. pulsa 100 rb, tiap hari melayang..... untung sekarang dah resmi jadi gak LDR an lagi hohoho...... ditunggu kunjungan baliknya ya.....

Disabilitas Dan Pandangan Masyarakat

Outbound Malang said...

berkunjung sob..sukses selalu yah..:)
salam kenal aje..

rusydi hikmawan said...

sebelum nikah saya LDR, tapi setelah nikah gak bisa ternyata. dan betul, ada aja masalah. ini hanya masalah komunikasi yang merembet menjadi masalah besar

Nia Angga said...

Mbak Lid: sama dong kitee

mbak ketty: iyah, amiennn. Meski ga LDR, tapi tetep aja kita harus mandiri tho :)

Una: hahaha ojo dibayangke nduk..

Sucen: lha hubungan jarak jauh :)

Endipiran, Rusydi: emang kalo LDR banyak yang harus bayar mahal. tapi juga tetep banyak yang sukses LDR-an tuh ;)
semoga keluarga kita bisa normal, ga perlu LDRan yah. amien

outbound malang: salam kenal jugaa

Della said...

Aku juga nggak akan bisa. Kayaknya nggak ada juga istri yang bisa, kecuali niatnya kuat banget kali ya ^_^
Bagaimana pun, saat sepasang suami-istri sepakat untuk LDR, mereka pasti udah siap dengan segala konsekuensinya.
Kalau aku, berhubung punya sertifikat guru, insya Alloh ke mana suami pergi, aku bisa ikut ^_^


Salut buat para suami-istri yang sanggup LDR ^_^

Anonymous said...

wahh, saya mah belum pernah ngerasain LDR mbak.
dan semoga tidak. hoho

Lyliana Thia said...

aku salah satu yg menjalani LDR mbak... ya gimana lagi, praktek di Jakarta (nggak mungkin pindah2), sedang suami karyawan yg hrs banyak travel...

seminggu sekali pulang, kadang dua minggu sekali... tapi komunikasi memang hrs intense...

daan, krn keadaan spt ini memang aku nggak bisa sendiri... untuungnya orangtuaku juga inginnya tinggal dekat denganku... jadi kami rumahnya tetanggaan.. eheheh...

Nia Angga said...

Neng Della: wahhh ada ibu guru tho.. iya, emang harus kuat banget niatnya neng :)

catatannyasulung: amienn, i hope soo :)

mbak thia: wah salut ama mbak thia, alhamdulillah masih bisa deketan ama orang tua yah. semoga bisa segera berkumpul ya mbak. Kalo aku LDRan, pasti jauh dari mana2 ga bisa deket mertua or orang tua, dan bener-bener sendiri :(
moga-moga aku ga perlu LDRan.. amienn

Uc Herawati said...

Wah, kalo saya walaupun blm punya suami, tapi kaya'y gak bs juga kalo harus LDR..
Jangankan suami, punya pacar LDR aja..
Wah, sedih banget. Pas kebetulan pacar saya juga berada di kota lain, pulau lain malah. Pasti jarang utk ketemu.
Sedih itu pasti, tp semoga tidak LDR jika udah punya suami..

Salam kenal mbak.. :)

Unknown said...

Betul mbk.sya jg LDR sakit skali hatiku... klo sblum nikah sih gk masalah ldr. Klo udh nikah sesak hati